Bali 2030


Saudara/I, Bapak/Ibu, Bli/Mbok
Selamat Pagi, Salam Sejahtera, Assalamualaikum Wr. Wb. dan Om Swasti Astu

Nama saya ARIE. Saya sekedar orang Indonesia yang peduli nasib orang Bali. Harta saya pena, dan modal saya kata-kata. Saya seorang wartawan yang membawa pesan.
Pesan yang saya emban: mari kita semua membayangkan rupa dan suasana Bali 20 tahun lagi.

Bali yang tak disangsikan lagi, jadi semakin indah mempesona. Yang haruuuuum namanya mengisi ruang udara seluruh pelosok dunia. Bali yang banyak dipuji karena sejauh mata memandang, alamnya masih permai, gunungnya tetap asri, hutannya pun lestari, dan pantainya makin bersih.

Sayup-sayup deburan ombaknya membuat hati tentram dan, daaammmmaaaaiiiiii.
Di 2030, miliaran penduduk bumi percaya Bali adalah 1 of the 1001 places you must see before you die. Bali adalah tujuan wisata yang wajib didatangi sebelum mati.
Puluhan juta akan jadikan Bali bahan pembicaraan utama. Mereka pesan tiket dan penginapan dua tahun sebelumnya.

Bukan. Bukan karena mereka biasa berencana. Namun karena saking penuhnya, kedatangan wisatawan asing sekarang dijatah ; tiap negara punya kuota, bagai jemaah haji hendak ke Mekah .

Jelas sekali, jutaan yang berhasil masuk, akan pamer foto. Momen saat mereka berlibur di Kuta, Tanjung Benoa, Pantai Lovina , dan bahkan di Trunyan dimana orang meninggal masih berdiri, sebagai testimoni bisa lewati pagar imigrasi.

Ribuan asing lainnya memilih bermukim, melewat berbagai musim-dari musim hujan, panas, sampai musim duren ke musim rambutan. Mereka bergeming.

Ratusan lainnya memilih membakar passport dan kemudian mengucap sumpah setia pada Indonesia . Puluhan dari mereka pegang kendali roda ekonomi rakyat Bali. Segelintir lainnya jadi pemimpin. Meski tampang tak asli, namun hati 100 persen bertato… “Demi Bali”.

Tetapi Saudara/I, Bapak/Ibu, Bli/Mbok, ancaman saat ini, wabah rabies yang sudah membunuh 100 orang saudara kita di seantero provinsi, mengancam imajinasi saya jadi tinggal mimpi.

Bahkan mungkin gambarnya dapat menjadi sangat berbeda.

Dengan nyaring dan jelas, Bali 2030 tak lagi akan diteriaki: Pulau Dewata! Namun diganti panggilan menyesakkan dan jauh dari lembut : yaitu PANGKALAN MALAIKAT MAUT.

Sejauh mata memandang, yang kita lihat adalah antrian orang sekarat.
Di jalan, ribuan demonstran bertanya sepanjang hari tiada henti, mengapa virus maut ini masih beraksi dan tak terkendali? Puluhan orang berkelahi, saling tikam dan adu nyali berebut vaksin dan serum anti rabies yang stoknya bisa dihitung jari .

Bandara sunyi, Kuta sepi, Ubud lengang, hotel-hotel di Nusa Dua dan Sanur hanya dihuni segelintir orang. Itupun pekerja kemanusiaan yang ditugaskan mengurus ribuan anak yang tak berorang-tua.

Saudara/I, Bapak/Ibu, Bli/Mbok
Jutaan doa saya haturkan ke Tuhan Yang Maha Esa dan Sang Hyang Widi, agar rekaan yang terakhir tak pernah terjadi. Namun kata pedande dan pemimpin agama, doa saja tidaklah cukup. Nasib kita ditentukan apa yang kita perbuat. Lalu baru kemudian, kita bermunajat .

Saudara/I, Bapak/Ibu, Bli/Mbok
Maka dari itu…Mari singsingkan lengan baju, samakan langkah dan niat, kita sudahi wabah mematikan ini atau minimal…mereda. Cukup lakukan 3 aksi untuk mengetahui, memahami, dan menangani:

1. Vaksinasikan anjing dan binatang kesayangan Anda secara teratur. Karena itu kewajiban asasi sebagai pencinta hewan.
2. Hindari gigitan hewan penular rabies. Hubungi Dinas Peternakan setempat untuk melaporkan anjing yang dicurigai terkena rabies.
3. Lakukan Pertolongan Pertama pada Gigitan, segera basuh luka dengan air mengalir dan sabun paling sedikit 15 menit. Langsung periksakan luka ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Saudara/I, Bapak/Ibu, Bli/Mbok

Demikian pesan yang saya wajib kemukakan dan utarakan…untuk Bali 2030.
Wassalam.
Matur suksma.
Om Santi Santi Santi Om.

Komentar