Gosip

Banyak sekali gosip berseliweran tentang betapa janggut yang dipelihara penduduk Mekah tak lebih dari aksesoris artifisial. Tipuan belaka.

Moralitas dan etika hidup mereka, menurut para penggosip, diragukan. Sebagian penduduk Mekah, yang lelaki, divonis tak kuat menghadang nafsu. Terutama yang berhubungan dengan "syahwat" ujar si penggosip, warga keturunan Asia Selatan berlafaz Melayu.

Namun konfirmasi tak dapat diperoleh. Karena si tertuduh tak bisa bahasa lain kecuali bahasa moyang mereka. Meski satu dua dapat berkata:"Indonesia? Baguuuussss!!!" (entah siapa yang mengajarkan mereka kalimat ini, namun cukup menyenangkan bagi rakyat bumi Merah Putih yang menyesaki kota suci).

Persahabatan pun sepertinya langka untuk dapat dibina. Sepertinya, ramah-tamah bukan bagian dari kamus besar budi pekerti Arab Saudi.

Label yang diberikan mungkin bukan kami adalah tamu dan mereka tuan rumah, tapi kami ialah pendatang dan mereka penduduk.

Ini rasa yang ada di hati. Empat hari di Mekah tak semanis tiga hari di Madinah. Kota ini punya wujudnya sendiri.

Naik bis sikut-sikutan. Mungkin "antri" tak pernah singgah di otak penduduk kota ini.

Menyium Hajar Aswad bak menyabung nyawa, setengah hidup, setengah mati. Padahal Sahabat pernah berkata:"Aku tahu kamu hanyalah batu yang tidak dapat memberi manfaat atau madharat. Kalau saja aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu maka aku tidak akan menciummu." (HR. Bukhari Muslim).

Kenapa tak pernah terlintas, membuat baris antrian mencium Hajar Aswad? Cukup tali-temali bertiang layaknya antrian di bank yang dapat dipendek-panjangkan sesuai keadaan.

Kalau sampai ibadah harus mencelakai saudara-saudariku...maka aku lewat, tak ikutan dulu.

Bayangan seorang ibu terampas jilbabnya dan terhimpit hampir tak bernafas di tengah kerumunan pencium batu...membuatku urunkan niat.

Sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah. Titik. Tak ada koma.

Tentu pengamatan sekejap bukan rujukan dan referensi antropologis sosiologis rakyat Mekah.

Cuma pengamatan pihak ketiga dan pengalaman pemuda berras Melayu, yang selalu dilatih untuk tersenyum dan membantu orang tertatih, bukan menyikut kawan sendiri.

Namun konfirmasi, perkawanan dan pintu perkenalan belum terbuka. Jadi...untuk sementara waktu, gosip tinggallah gosip. Digosok tetap makin siiiip, meski di hadapan Baitullah nan bergelimang barokah.

Komentar