Bersihkan Lemari, Bantu Anak Negeri


Pernah suatu saat, Elly (bukan nama sebenarnya) mengeluh bahwa lemari bajunya terlalu penuh. Dia bercerita bahwa baju-baju barunya yang dibeli pada obral akhir tahun lalu, kini berhasil merebut tempat terhormat: diatas tumpukan baju lamanya, yang rata-rata baru berusia 2-6 bulan.

Nasib yang sama juga terjadi pada tas, sepatu dan aksesorisnya.

"Taruh mana lagi ya?" gumamnya.

Aida (nama samaran) juga pernah memborong puluhan baju baru karena ukuran tubuhnya berubah total setelah menikah, lalu punya anak. Suaminya pun, Gatot (sebutan fiksi), ikut meningkatkan massa tubuhnya hingga 10 kilo. Kedua pasangan muda belia ini bingung mengatur susunan lemarinya.

"Sampai-sampai belakang lemari jebol, karena di dorong-dorong, menjejalkan baju dan barang," cerita Gatot.

Kedua kasus diatas sama akar masalahnya: menyambut penghuni lemari baru, namun tak rela melepas penghuni lama.

Kawan, mode berganti. Selera punya masa. Bahkan ukuran tubuh pun bermutasi. Kenapa mesti tidak rela melepaskan yang lama? Kenapa masih menyimpan baju ukuran 5 tahun yang lalu pada saat yang sama kita sadar kita tidak ingin menggunakannya lagi? Meski yang baru jelas-jelas dengan sadar dibawa pulang sebagai pernyataan terkini dari diri kita yang terkini juga?

Baju, celana, tas, sepatu dan aksesoris lainnya, menjejali banyak lemari di kota ini, di negeri ini.

Haruskah mereka terus disudutkan, dilipat-lipat berkali-kali dan didesak penghuni baru, padahal yang lama ini masih punya nilai? Paling tidak untuk orang lain.

Kawan, ribuan relawan dan manusia berhati mulia kerap berputus asa bagaimana cara mendanai kegiatan sosial mereka. Mungkin isi lemari kita jawaban doa mereka.

Sebuah yayasan sosial berkedudukan di Depok tidak punya donatur tetap dan memutuskan meninggalkan bantuan asing. Mereka hidup dengan cara "memberi yang lama untuk yang membutuhkan, menerima yang baru untuk yang membutuhkan."

Rumit?

Tidak. Caranya sangat sederhana. Puluhan mahasiswa dan anak muda kelas menengah telah menyumbangkan baju layak pakai yang sudah tidak mereka gunakan untuk disumbangkan. Bazaar pun diselenggarakan.

Sebagai yayasan sosial, keuntungan bukan tujuan. Seluruh baju dari mulai yang bermerk internasional sampai dengan buatan lokal dihargai tak lebih dari Rp 10 ribu! Bahkan ada yang Rp 2 ribu! Tak ada yang digratiskan, kecuali bimbingan belajar dan bantuan alat sekolah.

Walhasil, ratusan warga kurang mampu dapat menikmati pakaian, sepatu, tas dan aksesoris bermerek tenar seperti Nike, Mango, Zara, Adidas, Giordano, dan berbagai produk mentereng yang terpajang di mal-mal. Pada situasi normal, warga yang datang di bazaar ini hanya dapat berimajinasi membeli langsung produk-produk tersebut di toko resminya.

"Nanti lebaran kuda baru bisa beli," sindir salah satu warga yang datang ke bazaar.

Lewat bazaar, mereka bahkan tak perlu menunggu kuda bertakbiran.

Yayasan mendapatkan masukan jutaan rupiah! Hanya dari barang yang dijual dengan harga recehan!

Pemasukan yayasan digunakan untuk membiayai lebih dari 80 anak-anak untuk tetap sekolah, apapun yang terjadi!

Kini, anak-anak itu menorehkan senyum dan air mata di mata para relawan. Seorang anak yang dibiayai dari SD, sekarang sudah menjadi seorang redaktur pelaksana sebuah tabloid (dalam usia belum genap 30 tahun!). Seorang lagi menjadi pengacara. Seorang lagi menjadi penulis kebudayaan. Seorang lagi mengabdi kepada negeri di sebuah pusat penelitian dan pengembangan sebuah departemen. Seorang lagi berwirausaha. Tiga orang sedang studi di universitas negeri ternama. Dan puluhan lainnya yang sedang menoreh cita-cita dengan tinta emas.

Dari isi lemari, yang tak lagi dilirik hati, senyum terukir di mata mereka yang tak punya, karena berhasil mengenakan pakaian layak yang kunjung tak terbeli.

Dari isi lemari, yang hampir-hampir dilupakan oleh empu-nya sendiri, anak-anak negeri tak bermateri berhasil menumpas kemustahilan...mengikis kebodohan karena kemiskinan...dan mencatat masa depan baru penuh kegemilangan.

Bersihkan Lemari, Bantu Anak Negeri.

Sebelas Tahun Anggi Foundation: Tetap Peduli dan Berbagi.

Tabik.

Komentar